Sudah menjadi rahasia umum jika gurunda dan kami menyukai bakso. Namun menjadi rahasia umum pula bila gurunda tidak sembarang bakso disantap. Apalagi jika mengisi kajian Islam ilmiah di luar Tasikmalaya, beliau enggan berspekulasi mencicipi bakso daerah setempat.

Makanya ketika gurunda mengajak mencoba bakso di Banjar –dalam perjalanan safari taklim ke Jawa Tengah (20-21 Januari 2024)– saya bersama Pak Atok, Abu Hafshoh dan Abu Uma langsung antusias. Apalagi jarang sekali gurunda mengajak ngebakso di luar kota Tasikmalaya. Ini artinya bakso di Banjar itu tentu rasanya membuat penasaran gurunda untuk mencobanya. Paling tidak cocok dengan selera gurunda yang lebih menyukai baso Tasikmalaya. Di Tasikmalaya, ‘bakso’ disebut dengan ‘baso’.

Baso Nineung adalah tujuan kami di Banjar. Alamatnya di Karangpanimbal
Kelurahan: Karangpanimbal, Purwaharja, Kota Banjar. Lokasinya di pinggir jalan raya provinsi jalur selatan. Sekitar 400 m dari pertigaan Banjar jika arahnya dari Tasikmalaya. Baso Nineung berada di sebelah kanan jalan.

Dari menu yang terpampang di dinding ada pilihan baso halus, baso urat, dan tangkar. Sayang, hari itu tangkar lagi kosong. Namun saya terhibur dengan adanya pangsit goreng kesukaan saya.

Kami putuskan memesan baso urat dengan mie yamin asin. Semangkok baso berisi 1 baso urat besar dan 1 baso halus kecil. Mie putih yang diyamin asin dengan taburan suwiran daging ayam di atasnya diwadahi di mangkok lain. Plus, 1 pangsit goreng.

Mie putihnya lembut dan enak, khas mie yang biasa kami nikmati di kedai-kedai baso di Tasikmalaya. Nggak bikin begah.

Pak Atok yang kami kenal suka mie, minta tambah mie semangkok lagi. “Tadi kan yamin asin, sekarang cobain yamin manis,” ujar Pak Atok berdalih. Hehehe…

Baso urat dagingnya berasa banget. Sesuai slogan Baso Nineung yang berbunyi “Dagingnya kerasa banget.” Uratnya terlihat namun tidak alot digigit. “Masih berasa karakter baso uratnya,” komentar gurunda.

Sepertinya Baso Nineung bakal jadi salah satu kulineran baso yang recommended di Banjar. Eta baso mani pinineungeun. Itu baso ngangenin. Terutama bagi saya yang doyan baso dengan topping pangsit goreng.

(MN Tabroni, mantan editor di Gramedia Majalah, kakek 2 cucu, penyuka kuliner dan penikmat kopi yang saat ini lagi ‘nyantri’ di Madasta)


0 Komentar

Tinggalkan Balasan

Avatar placeholder

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *