Cerita ini terjadi di tahun 1700-an. Suatu ketika Syaikh Jafar Shodiq kedatangan tamu. Beliau pun meminta keluarganya untuk menyiapkan hidangan jamuan untuk memuliakan tamunya.

Adalah Nyimas Ayu Fathimah, anggota keluarga pembawa syiar Islam di Cibiuk, Garut itu yang kebagian tugas memasak. Folkor (cerita rakyat) di masyarakat Cibiuk menyebutkan Nyimas Ayu Fathimah adalah istri dari Syaikh Jafar Shodiq yang disebut Eyang Fathimah. Sementara literatur yang ada, beliau disebut sebagai putri dari leluhur warga Cibiuk itu.

Nah, ketika masakan sudah matang, segera dihidangkan ke tamu. Hanya saja, Nyimas Ayu Fathimah terlupakan untuk membuat sambal. Dengan tergopoh-gopoh dia segera menyiapkan sambal dengan bahan seadanya yang ada di dapur.

Ada cabe, bawang putih, garam, terasi, cikur (kencur), daun kemangi dan tomat hijau yang belum matang. Bahan-bahan tersebut kemudian dipotong kasar dan digeprek, tidak diulek halus karena khawatir kelamaan.

Ternyata, sambal dadakan tersebut disukai tamu Syaikh Jafar Shodiq dan mendapatkan pujian. Akhirnya, racikan sambal tersebut dipertahankan dan diturunkan ke anak cucu hingga sekarang. Malah kini menjadi warisan kuliner dengan nama sambal Cibiuk. Sambal khas dari Garut yang sudah kondang seantero nusantara.

Alhamdulillah, di pekan terakhir Juni lalu saya bersama Abu Faqih Ginanjar dan Abu Gatan Budi berkesempatan menjajal sambel Cibiuk. Kami di siang itu diajak Abah Fahmi, juragan kue balok Cihapit, ke rumah makan Haruman, yang terletak di Jalan Raya Cibiuk Garut. Abah Fahmi adalah adik kelas Abu Gatan Budi semasa kuliah dulu yang sudah 20 tahun tidak bertemu.

Rumah makan Haruman –bersama Rumah Makan Barokah– adalah pelopor usaha rumah makan yang menjual menu khas sambal Cibiuk di Garut. Bisa dibilang, mereka salaf (pendahulu)-nya rumah makan Cibiuk. Bahkan Rumah Makan Cibiuk adalah ‘anak’ dari Rumah Makan Barokah milik Haji Iyus.

Saya bersyukur bisa mencicipi sambal Cibiuk di Rumah Makan Haruman. Di rumah makan yang menghidangkan sambal Cibiuk yang ber-sanad (sandaran asal usul) jelas. Hehehehe…

Bagaimana rasanya?” tanya Abah Fahmi kepada saya.

Pedas menyegarkan. Rasa cikurnya berasa banget,” jawab saya.

Segar karena semua bahan adalah mentah dan tidak diulek halus. Kata Abah, itulah kekhasan sambal Cibiuk.

(Jika diulek halus) Itu bid’ah,” kelakar lelaki yang ramah dan humoris itu.

Walhasil, makan siang berupa nasi lauk tempe, tahu, ayam dan gurame goreng plus lalapan itu pun terasa semakin nikmat. Alhamdulillah.

Jazaakumullahu khoiron katsiron, Abah …

(MN Tabroni, mantan editor di Gramedia Majalah, kakek 2 cucu, penikmat kopi yang tinggal di kaki Gunung Manglayang)

Kategori: kulineran

0 Komentar

Tinggalkan Balasan

Avatar placeholder

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *