“Kong Djie Coffee dicoba, Bah,” komentar Abu Rofi Irwan, salah satu teman saya di WAG Jabodetabekardungsik mengetahui saya sedang berkunjung ke Belitung.
Saya memang pecinta kopi. Gegara komentar Abu Rofi Irwan, saya jadi penasaran dengan Kong Djie Coffee. Setelah googling saya dapatkan info tentang sebuah warung kopi yang terletak di Simpang Siburik, Jl. Gegedek, Tanjung Pandang, Belitung. Warung kopi yang berupa bangunan tua yang berdiri sejak tahun 1943 dan tetap dipertahankan bentuknya. Kong Djie Coffee pun kini menjadi ikon wisata di Belitung.
Minggu sore di akhir Mei itu, saya mengunjungi Kong Djie Coffee bersama gurunda, Abu Ibrahim Javi dan teman-teman dari Ma’had Dhiya-ul Quran, Tanjung Pandan Belitung. Sore itu ramai pengunjung, kami memilih meja di luar warung.
Saya dan gurunda memesan Kopi O (sebutan untuk kopi hitam tanpa gula) sedangkan yang lain memesan Kopi Susu (Kopi O ditambahi susu kental manis). Sebagai teman ngopi, kami pesan singkong goreng dengan cocolan saus pedas dan gula aren.
Kopi O di Kong Djie Coffee warnanya hitam pekat. Rasanya pahit tapi tak terlalu kelewat pahit di lidah saya. Dimaklumi, kopi blend yang diseduh berkomposisi 70% robusta Lampung dan 30% arabika Jawa. Bahkan ketika suhu mulai turun, saya jadi lebih bisa menikmatinya. Apalagi singkong gorengnya empuk dan gurih.
Kopi di Kong Djie Coffee tak lain adalah kopi tubruk yang disaring sehingga tanpa ampas. Rasio campuran bubuk kopi dan air dibuat kental sehingga kopinya kuat ala espresso. Makanya kopi tersebut ditambahkan air panas di gelas sebelum disajikan ke konsumen. Air panas yang dipakai di Kong Djie Coffee direbus dengan api bara arang.
Alhamdulillah, akhirnya saya kesampaian juga minum kopi di Kong Djie Coffee yang legendaris itu. Saya bisa merasakan sensasi minum Kopi O di Kong Djie Coffee bersama teman-teman yang saya cintai karena Allah ‘azza wa jalla.
Saya juga menemukan pengalaman baru di Belitung. Salah satunya, beberapa pengunjung warung kopi itu memarkir motornya dalam kondisi kunci masih menancap di mofor! Helm-helm pun dibiarkan bergelantungan di spion-spion.
“Adalah aneh bagi orang asli sini mencopot kuncinya ketika motor diparkir,” ungkap Abu Muqbil Lukman yang menemani saya sore itu.
Sehari sebelum ke Kong Djie Coffee, saya juga sempat melintasi kecamatan Manggar di Belitung Timur. Di kawasan itulah banyak dijumpai warung kopi sebagai salah satu destinasi wisata di Belitung Timur. Sampai-sampai kota tersebut disebut sebagai Kota 1001 Warung Kopi.
Bahkan dibangun sebuah tugu yang menandai hal tersebut. Saya pun sempat memotretnya. Tugu Kota 1001 Warung Kopi itu berada di Jl. Lipat Kajang, Desa Baru, Manggar. Tugu berupa teko dan cangkir yang ditopang rangkaian angka 1001. Tugu tersebut dibangun pada tahun 2013.
(MN Tabroni, mantan editor di Gramedia Majalah, kakek 2 cucu, penikmat kopi yang tinggal di kaki Gunung Manglayang)
0 Komentar