Gupuh, aruh, rengkuh, lungguh dan suguh. Lima falsafah orang Jawa dalam menerima tamunya. Gupuh artinya bersegera. Aruh artinya menyapa. Rengkuh artinya lapang dada. Lungguh artinya duduk. Suguh artinya hidangan.
Jika ada tamu mesti bersegera menyambutnya. Menyapanya dengan akrab jangan dibiarkan diam apalagi ditinggalkan sendirian. Perlihatkan sikap senang dan lapang dada karena kedatangan tamu. Persilakan tamu untuk duduk dan menikmati hidangan yang disuguhkan.
Jika ada salah satu falsafah tersebut yang tidak dijalankan, tuan rumah dianggap telah melanggar norma kesopanan.
Dalam beberapa kesempatan, ketika mengunjungi ma’had (pondok pesantren), saya selalu menikmati predikat sebagai tamu. Sambutan dan suguhan dari tuan rumah selalu berkesan sampai ke hati.
Seperti yang saya alami ketika berkunjung ke Ma’had Darul Hadits An Najiyah di Cibening, Kecamatan Setu, Kabupaten Bekasi. Meski baru pertama berkunjung ke sana, saya diterima seperti saudara yang sudah lama tak bersua. Berbagai kudapan disajikan, buah-buahan berikut bermacam minuman. 


Malam itu kami (saya berkunjung bersama ustadz dan dua orang teman) juga disuguhi makan malam dengan menu sop daging dan semur jengkol. Sepertinya tuan rumah sudah paham kesukaan kami yakni jengkol. Walhasil kami yang sebelumnya sepakat hendak langsung pulang setelah urusan selesai membatalkan rencana tersebut. Semur jengkol yang disajikan seakan menjerat kaki kami untuk melangkah melanjutkan perjalanan malam itu. Sepisin semur jengkol untuk masing-masing dari kami pun tandas tak tersisa. Enak sungguh.


Suguhan semakin berkesan ketika secangkir kopi ditawarkan. Kopi memang kesukaan kami.“Ini kopi robusta lanang dari Temanggung,” ujar Abu Syafiq Rony, sang penyeduh kopi.
Sungguh, sambutan yang sangat mengesankan bagi tamu. Saya tidak tahu apakah pengurus pondok pesantren tersebut orang Jawa atau bukan. Yang pasti mereka adalah muslim yang baik, di mana dalam agama Islam ada syariat untuk memuliakan tamunya. Yakni, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya dia memuliakan tamunya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Jazaakumullahu khoiron katsiron Abu Syafiq Rony dan para ustadz di Ma’had Darul Hadits An Najiyah.
(MN Tabroni, mantan editor di  Gramedia Majalah, kakek 2 cucu, penikmat kopi yang tinggal di kaki Gunung Manglayang)


4 Komentar

Abu Uwais purbo · 29 Juni 2022 pada 13:57

Ma Sya Allah ,
جزاك الله خيرا

    Bagus · 6 Juli 2022 pada 12:48

    wa anta jazakallahu khoiron

Abu Uwais purbo · 29 Juni 2022 pada 13:57

ما شاء الله
جزاك الله خيرا

    Bagus · 6 Juli 2022 pada 12:47

    wa anta jazakallahu khoiron

Tinggalkan Balasan

Avatar placeholder

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *