Malam itu sebenarnya kami hendak makan malam di warung nasi briyani langganan kami. Selain lokasinya tak jauh dari kompleks perumahan kami tinggal, rasanya juga lumayan dan harga terjangkau pula.
Namun sesampai di sana, kami urungkan karena terlihat ada 2 pembeli yang menempati satu-satunya meja yang tersedia. Akhirnya kami cari alternatif tempat makan lain. “Kita makan bakso Ronggolawe, yuk,” ujar saya yang disepakati oleh yang lain.
Kami pun putuskan menuju warung bakso Ronggolawe, yang terletak di seberang Cinunuk Printing. Nah, dalam perjalanan terlihat warung tenda kecil menawarkan menu sop iga sapi. “Mau sop iga, nggak?” kata teman saya yang disetujui oleh yang lain.
Jujur, saya sebenarnya kurang sepakat. Apalagi setelah tahu harga seporsi sop iga sapi hanya 10 ribu rupiah. Jika menginginkan daging saja, cukup bayar 15 ribu. Nasi sepiring cuma 3 ribu plus teh tawar gratis. Apa enaknya, batin saya ketika memasuki warung kaki lima tersebut.
Tak lama kemudian, di depan saya tersaji semangkok sop berisi 3 tulang berdaging yang hangat. Saya pun segera tambahkan jeruk nipis, sambal dan kecap manis. Setelah diaduk, saya seruput kuah sopnya. Wow….
Saya benar-benar dibuat terkejut. Kuahnya berasa banget kaldu dan bumbunya. Kemudian saya coba gigit dagingnya, empuk banget. “Ternyata enak, ya,” bisik saya ke teman dan disepakati oleh yang lain.
Kami pun bertanya ke si penjual jam berapa waktu buka warung. Dia bilang, mulai jam 12 siang dan tutup pada jam 6 pagi. Oh ya, lokasi warung kaki lima sop iga sapi tersebut tepat di seberang rumah makan Poyo, Cinunuk, Cileunyi Bandung.
(MN Tabroni, mantan editor di Gramedia Majalah, kakek 2 cucu, penikmat kopi yang tinggal di kaki Gunung Manglayang)
0 Komentar