
Tempat makan langganan yang hendak saya ceritakan ini sebenarnya kurang menarik untuk diceritakan. Yang saya maksud fisik tempat atau penampakannya ya. Warung berupa emperan sebuah bengkel yang hanya digelar tikar pandan. Tak ada meja atau bangku. Lesehan.
Pun begitu menunya. Cuma ada ikan bakar dengan hanya 2 pilihan : mujahir dan emas. Demikian pula pilihan minuman, tidak ada. Cuma disediakan teh tawar panas yang digratiskan.
Namun untuk urusan rasa, saya merasa perlu untuk bercerita. Ikannya sangat segar, karena ikan masih hidup dan baru diproses setelah dipesan konsumen. Daging lembut terasa manis tanpa ada bau amis.

Apalagi daging ikan bakar tersebut diguyur sambal khas warung tersebut. Istilahnya sambal cobek yang berbahan gula merah, cabe rawit, jahe dan cikur (kencur). Plus irisan-irisan besar tomat muda yang masih segar.
Koyak sedikit daging ikannya kemudian rendam dalam kuah sambal. Aroma cikurnya yang khas terasa sekali di mulut, dengan pedas cabe rawit dan hangat jahe serta manisnya gula merah. Percaya atau tidak, kuah sambal tersebut biasanya diseruput hingga tandas setelah ikan tinggal tulang belulang.
Warung yang saya ceritakan ini namanya warung Ikan Bakar MU. Buka setiap malam dari jam 7 hingga 10. Letaknya di emperan bengkel Tasmal Jaya Motor, jalan SL Tobing, Tasikmalaya.
Satu porsi ikan bakar MU dihargai 25 ribu rupiah berikut nasinya. Dengan catatan, nasi boleh ambil sesuka hati.
Oh ya, MU singkatan dari Mang Ujang. Bukan Manchester United, karena beliau seorang bobotoh. Makanya kalau ada jadwal Persib tanding, Mang Ujang biasanya memilih untuk tutup warung.
(MN Tabroni, mantan editor di Gramedia Majalah, kakek 2 cucu, penikmat kopi yang tinggal di kaki Gunung Manglayang)
0 Komentar