Kabupaten Kampar – BPOM bersama Kepolisian Daerah Riau, Kejaksaan Tinggi Riau, dan Dinas Kesehatan Provinsi Riau berhasil mengungkap rumah tersebut memproduksi obat bahan alam (OBA) ilegal di Kabupaten Kampar, Riau pada Jumat (18/10/2024). Dari hasil pemeriksaan, diketahui nilai keekonomian hasil produksi mencapai Rp2,4 miliar.

Kepala BPOM Taruna Ikrar menjelaskan rumah tersebut memproduksi OBA yang tidak memiliki izin edar BPOM serta tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat/manfaat, dan mutu. Produk OBA ilegal yang diproduksi juga terbukti mengandung bahan kimia obat (BKO).
BKO merupakan bahan kimia yang tidak boleh ditambahkan dalam OBA karena berbahaya bagi kesehatan. BKO yang ditemukan di tempat kejadian perkara (TKP) adalah deksametason, parasetamol, dan piroksikam.
Lebih lanjut, Taruna Ikrar menjelaskan bahwa rumah tersebut memproduksi Jamu Jawa Dwipa Cap Tawon Klanceng Pegal Linu dan Pegal Linu Asam Urat Cap Jago Joyokusumo. “Terhadap produk jamu telah dilakukan pengujian dan dinyatakan positif mengandung BKO,” ungkapnya.

Asisten 1 Sekretaris Daerah Provinsi Riau Zulkifli Syukur yang turut hadir pada penjelasan pers temuan ini menjelaskan, Ia telah melihat kondisi produksi secara langsung dan membenarkan bahwa bahan-bahan yang digunakan tidak sesuai standar. “Kami mengapresiasi terhadap temuan ini kepada BPOM dan pihak terkait atas teamwork-nya. Jamu yang harusnya sehat, malah bisa merusak kesehatan dengan penambahan zat kimia. Apalagi dalam produksinya juga terlihat jamur-jamur,” ujarnya.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Riau Nasriadi menegaskan akan memburu pelaku. “Ditreskrimsus bersama BPOM akan mencari dan menangkap pelakunya [dan diseret] ke pengadilan. Selanjutnya akan mendeteksi produk yang sudah tersebar, kita harus tarik dan amankan agar tidak dijual. Tujuannya [agar] tidak memberikan efek negatif ke penggunanya,” terangnya.
Pelaku berinisial RS diketahui telah melakukan produksi selama 9 bulan, dengan kapasitas produksi 2.400–4.800 botol per bulan. “Tindak lanjut hasil operasi masih dalam proses penyidikan. Berdasarkan Pasal 435 Juncto Pasal 138 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, pelaku pelanggaran dapat dikenakan pidana penjara paling lama 12 tahun atau denda paling banyak 5 miliar rupiah,” tutup Kepala BPOM. (HM-Maulvi)
dikutip dari: