Diet secara sederhana diartikan mengatur pola makan dan asupan makanan untuk tujuan kesehatan tertentu. Seseorang dengan penyakit tertentu akan menjalani diet seperti diet rendah garam bagi pengidap darah tinggi ataupun seseorang yang obesitas dia akan menjalani diet mengurangi kalori.
Diet sangat berhubungan erat dengan makan dan minum dan dalam pengobatan klasik, diet lebih dekat kepada terapi makanan. Ilmu kesehatan klasik memahami makan dan minum merupakan salah satu sumber Qi atau energi. Untuk menghasilkan Qi, makanan yang masuk haruslah bisa sesuai kebutuhan kostitusi tubuh kita. Konsep pengobatan klasik yang memandang makanan memiliki suhu, sifat, arah efektifitas kepada organ tubuh tertentu, menjadikan suatu makanan dapat menjadi sebab kesembuhan atau sumber masalah kesehatan.
Begitu pentingnya hal ini maka, pengobatan klasik dalam konsep terapi makanan memiliki anjuran anjuran dan pantangan. Pengobatan klasik yang bersifat holistik sangat mempengaruhi dalam terapi makanan ini. Emosi seseorang seperti marah dan sedih menjadi salah satu tolak ukur keberhasilan terapi.
Dalam kitab klasik ada anjuran: “Saat marah, kita menjadi mudah untuk menelan makanan, tetapi sulit untuk mencernanya. Ketika sedih, menjadi sulit untuk menelan dan mencerna makanan. Saat mengalami emosi yang kuat, disarankan untuk menunda makan sampai emosinya hilang. Makanan harus selalu dicerna pada waktu yang tepat sehingga lebih mudah untuk dicerna. Menunda makan dan mampu mencerna makanan lebih baik daripada makan terlalu cepat dan tidak dapat dicerna. Masalah pencernaan adalah disertai dengan ketidaknyamanan emosional, sementara pencernaan yang baik membebaskan seseorang dari rasa khawatir. Tidak disarankan untuk makan ketika sedang mengalami emosi yang kuat.“
Dalam pengobatan klasik tiongkok juga dikenal pribahasa “Sarapan bagaikan raja, makan siang bagaikan perdana menteri dan makan malam bagaikan pengemis.” Pribahasa ini semakna dengan apa yang di ungkapkan oleh Adelle Davis ahli gizi modern asal amerika. Salah satu pernyataan Adelle Davis yang terkenal adalah “Eat breakfast like a king, lunch like a prince, and dinner like a pauper.” Pernyataan ini menekankan pentingnya makan pagi dengan porsi yang cukup besar dan bergizi untuk memulai hari dengan baik, makan siang yang cukup untuk menjaga energi, dan makan malam yang ringan agar tidur nyenyak.
Dalam masyarakat luas ketika kita melakukan diet terlebih untuk menurunkan berat badan sering kali kita menghilangkan sarapan. Padahal sarapan disini kedudukannya sangat penting untuk Qi atau energi awal saat menjalani rutinitas seharian. Sebaliknya masyarakat indonesia lebih terbiasa dan mudah mencari makanan makanan berat ketika sore hari bahkan sampai larut malam.
Dalam pengobatan klasik food therapy, sarapan, makan siang maupun malam memiliki tujuan tertentu dan cara tertentu. Sarapan harus makan yang baik dan bergizi, waktu paling baik untuk sarapan berkisar jam 07.00 – 09.00, sarapan yang baik menguatkan Qi & Yang limpa dan lambung untuk seharian. Sedangkan makan siang bisa dilakukan dalam porsi yang besar dan mengenyangkan namun tidak berlebihan, makanan yang bersifat hangat akan menguatkan jiao tengah namun diupayakan menghindari makanan yang terlalu berlemak. Makan malam sebaiknya sedkit dan hanya untuk mensupport pertumbuhan Yin, makan terlalu banyak saat malam menghalangi aliran qi, menyebabkan stagnasi makanan, melemahkan organ limpa dan lambung serta menyebabkan penambahan berat badan.
Pertanyaannya sekarang sudah benarkah diet kita ?
Metro Therapy Center , 14 Juni 2024
Fakhrur Rozi Muchtar, AMd. Kep.,C.T
Mahasiswa Jiangxi University Chinesse Medicine
0 Komentar