Entahlah. Karena kuper atau malu, dulu selepas SMA, aku mengisi waktu siang hingga soreku melintas melewati jalan Braga. Ya, tak salah. Jalan Braga yang merupakan salah satu jalan legenda dari zaman Kolonial Belanda di kota Bandung.

Mungkin karena jalan ini penuh dengan cerita setiap kali aku melewatinya. Aku tertunduk malu karena masih berseragam putih abu-abu kala itu. Hanya bisa melihat nuansa heritage Belanda yang rasanya tak mungkin aku bisa masuk menikmati hidangan di restonya.

Namun kemarin aku baru merasakan sensasi resto Belanda di Braga. Ya, resto itu bernama Fork alias garpu. Bukan Pork. Tahunya resto ini karena singgah di reel sosmedku. Ingin rasanya aku mencicipi hidangan ala western ini bersama gurundaku.

Wal hamdulillah, kemarin itulah pertama kalinya pecah telur bisa menikmati hidangan di Braga itu yang tepat persis depan Bank CIMB Niaga. Aku parkirkan motor Supra-ku dan masuk bersama anak keduaku –Fikar– ke resto itu. Adapun gurunda bersama Mas Pandu.

Ketika masuk sang CS sudah stand by di depan resto sambil menyapaku makan di sini atau di bawa pulang? Aku jawab makan di sini saja untuk 4 orang. Sang CS bertanya kembali ruang smoking atau non smoking? Aku jawab, ‘Non smoking.” Si CS berkata, “Maaf, Masuk WL.” Aku masih belum ngeh maksudnya WL itu apa. “Waiting list,” jawab CS resto itu. “Oh ya. I see,” kataku.

Setelah menunggu 10 menit akhirnya aku dipersilakan masuk oleh petugas dan diarahkan untuk duduk ke meja bundar yang pas sekali untuk 4 orang. Di meja itu petugasnya menjelaskan SOP terkait aturan main Resto Fork. Yaitu maksimal 2 jam (karena penuh antrean) dan menerangkan menu yang ada di buku Resto Fork itu.

Akhirnya setelah bingung milih menu ada salah satu yang aku pilih yaitu Lamb Satai. Untuk gurunda, Brisket 100 gram dengan salad yang mantap dan eye catching. Ketika pesananku datang langsung teringat sate klatak Nursalim saat ke Bantul di Yogya. Cuma kondimen yang di Fork ini tanpa kuah gulai. Gurunda mengatakan saladnya enak.

Nikmatnya suasana Braga dan hidangannya membuatku pengin mencoba lagi dan lebih ke pusatnya. Entahlah dan mungkin bila nanti aku kan kembali lagi. He he…

(Ditulis oleh Opic, seorang pencari adrenalin, nekad dan agak laen)


0 Komentar

Tinggalkan Balasan

Avatar placeholder

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *