Medio tahun 2020, ketika masyarakat betul-betul “takut” untuk beraktivitas di luar rumah, ketika semua lini kehidupan seperti di”shutdown” dengan kehadiran pandemi.

Pedagang kecil kaki lima tak lagi bisa berjualan, karena memang tak ada pembeli yang menghampiri. Para pegawai pun dirumahkan.

Ketika itu, bahkan pegawai yang memiliki penghasilan tetap pun, dikurangi berbagai tunjangan dan penghasilan lain di luar gaji pokok. Apalagi para pedagang dan pekerja sektor informal.

Di saat seperti itu, beberapa orang berkumpul, di sebuah saung kayu kecil di depan sebuah masjid bambu di kaki Gunung Manglayang, Cileunyi Bandung.

Kemudian tercetus beberapa ide, salah satunya adalah ide Bantuan Langsung Tunai. Betul. Anda tidak salah membaca. Dalam kondisi serba tidak pasti, dalam kondisi banyak penghasilan terhenti, ide Bantuan Langsung Tunai ini semacam pekerjaan membuat oase di tengah padang pasir.

Semata dengan izin Allah Subhanahu wa ta’ala, ternyata program ini berjalan. Bukan hanya sekali, tetapi 4 kali.

Setiap 2 pekan, terkumpul kisaran uang tunai sebesar Rp 28-32 juta yang kemudian dibagikan kepada lebih dari 50 kepala keluarga di komunitas kami. Hal ini terus berlangsung hingga 4x (kurang lebih 2 bulan)

Entah apa yang menggerakkan banyak kawan kami untuk menyisihkan sedikit hartanya yang tersisa di saat itu. Yang kami yakini semata mereka mengharap balasan dari Allah saja.

Mungkin dengan sebab itu harta mereka Allah berkahi. Mungkin dengan sebab itu kesehatan mereka Allah jaga. Mungkin dengan itu keluarga mereka Allah lindungi. Mungkin dengan sebab itu pula, Allah jaga agama mereka.

Sedekah, memang bukan lagi urusan hitung-hitungan rasional. Karena berlimpah sudah kisah keajaibannya. Sedekah, memang bukan lagi urusan ilmu pasti, seperti para begawan ekonomi yang dengan piawai mampu menghitung peluang investasi.

Sedekah adalah perkara imani, yang bahkan tak ada yang mampu menjelaskan dengan logika ketika manfaatnya kita dapatkan.

Sedekah adalah perkara yang bila diyakini, membuat siapapun terpesona takjub dibuatnya melihat janji Allah itu pasti ditepati.

Selalu ada kesempatan untuk bersedekah, bahkan beberapa kesempatannya adalah kesempatan yang tak datang dua kali.

Sebagaimana selalu ada alasan untuk tidak bersedekah, seperti ketakutan akan resesilah, yang padahal belum pasti menghampiri.

Sebagaimana para penasihat ekonomi menganjurkan untuk berinvestasi pada bidang yang menghasilkan pasif income, Baginda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam pula telah mewarisi sebuah hadits :

إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ: إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ – رواه مسلم والترمذيّ وأبو داود والنسائيّ وابن حبّان عن أبي هريرة

Artinya: “Ketika seorang manusia meninggal dunia, maka amalannya terputus kecuali tiga hal, yaitu: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang mau mendoakannya.”

Maka, ayo raih kesempatan emas untuk bersedekah jariyah. Investasi yang pasti menguntungkan di kehidupan akhirat nanti.

Tjimekar, 29 Rabiul Akhir 1444 H
Ditulis oleh Abu Faqih, orangtua dari santri yang Allah beri kesempatan tholabul ‘ilmi di Ma’had Al-Faruq Kalibagor


0 Komentar

Tinggalkan Balasan

Avatar placeholder

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *