Beberapa waktu lalu di WAG penggemar kopi yang saya ikuti ada diskusi menarik. Topiknya tentang air yang bagus untuk seduh kopi itu yang bagaimana?
Ada yang merekomendasikan air mineral merk C, V, A dengan berbagai argumentasi. Ada juga yang mensyaratkan, merujuk standar asosiasi kopi, TDS air berkisar 75-250ppm dengan pH 6,5-7,5.
Terus terang, saya tidak begitu paham dengan topik tersebut. Selama ini saya menyeduh kopi tergantung ketersediaan air yang ada saja. Jadinya saya memilih tidak ikut berkomentar namun saya sangat senang sebab mendapatkan hal baru berkenaan dengan seduh kopi.
Hanya saja, saya pernah mengalami pengalaman menarik ketika menyeduh kopi arabika Pandansari produk Toobagus Kopi. Ketika itu saya menyeduh kopi tersebut di daerah sekitar tempat kopi Pandansari ditanam. Yakni di desa Taman kelurahan Pandansari, kecamatan Paguyangan Kabupaten Brebes.
Seperti biasa saya seduh kopi dengan metode V60 rasio air 1:15 dengan suhu air berkisar 90⁰C. Air yang digunakan adalah air yang berasal dari sumber mata air di daerah tersebut (Tuk Bening).
Hasilnya, ada rasa manis yang muncul yang sebelumnya tak pernah keluar ketika saya seduh di tempat lain (di luar Pandansari). Itu saya alami tidak sekali melainkan dua kali (kunjungan). Kopi arabika Pandansari diseduh pakai air yang bukan bersumber dari Tuk Bening, karakternya lebih condong ke teh. Saya menyebutnya sebagai kopi blasteran teh.
Makanya ketika ada ajakan seduh kopi dari saudara-saudara seagama saya dari Dawuhan, Tegal, saya sangat antusias. Mereka menjanjikan saya kopi arabika Dawuhan. Saya pun penasaran pengin seduh kopi di sana memakai air yang bersumber dari daerah Dawuhan juga.
Bagaimana ya kira-kira rasanya? Sebelumnya saya pernah seduh kopi Dawuhan pakai air isi ulang biasa. Ada aroma rempah-rempah tipis, keset tehnya berasa namun ada sedikit rasa pahitnya.
(MN Tabroni, mantan editor di Gramedia Majalah, kakek 2 cucu, penikmat kopi yang tinggal di kaki Gunung Manglayang)
0 Komentar