“Bah, ustadz tanya jadi makan malam ikan bakar MU atau nasi goreng?” ujar Abu Faqih Ginanjar. Saya jawab, “Yang buka setelah Maghrib, biar kita pulangnya nggak kemalaman.”
Walhasil, malam itu diputuskan makan malam nasi goreng di Tasikmalaya. Kami sepakat. Apalagi sebelumnya ustadz kami pernah bercerita tentang nasi goreng yang enak dan mengajak kami ke sana untuk mencobanya jika ke Tasikmalaya.
Alhamdulillah, malam itu selepas sholat Maghrib kami berangkat menuju warung nasi goreng yang dimaksud. Ternyata letaknya tak jauh dari warung Ikan Bakar MU di jalan Mayor SL Tobing, Tasikmalaya. Warung nasi goreng yang dimaksud itu namanya Mie & Nasi Goreng Jaka Putra. Warung tenda kaki lima lengkap dengan gerobaknya. Ada satu meja panjang untuk pengunjung dan lesehan di atas tikar yang dihampar di teras toko. Dua hal yang menarik yang terlihat di mata saya. Pertama, warung tersebut menggunakan tungku arang untuk memasak. Kedua, pengunjung warung tersebut tidak sedikit yang datang menggunakan mobil.
“Qorinah masakannya enak, nih,” bisik hati saya. Pertanda yang bagus. Di saat penjual nasi goreng lainnya lebih memilih kompor gas, si Jaka Putra berani pakai arang. Pengunjung pun lumayan ramai malam itu. Itu qorinah (pertanda) bahwa Mie & Nasi Goreng Jakarta rasanya pasti enak. Dan ketika nasi goreng pesanan kami datang, saya tak sabar mencicipinya. Sebagai tamu, ustadz mendahulukan kami untuk yang pertama menerima nasi gorengnya.
Nasi goreng Jaka Putra rasanya memang enak. Gurih dengan aroma khas makanan yang dimasak dengan arang. Tekstur nasinya lembek tidak kering pera. Apalagi ada sambal, acar dan krupuk yang menambah kenikmatan. Dalam hati saya kembali berbisik, “Nanti kalau ada kesempatan, mie gorengnya perlu dicoba juga.” InsyaAllah….
(MN Tabroni, mantan editor di Gramedia Majalah, kakek 2 cucu, penikmat kopi yang tinggal di kaki Gunung Manglayang)
0 Komentar