Ini kunjungan kedua kami ke Ma’had Dzunnurain, Parung Bogor. Kunjungan kali ini kami mengajak Abu Fauzan Tofik untuk memenuhi janjinya mengunjungi pondok pesantren tersebut.
Waktu itu menunjukkan pukul 21.30an ketika kami datang ke sana. Pintu gerbang pondok tertutup. Sesaat Abu Faqih Ginanjar hendak turun membuka pintu, tiba-tiba seorang pengendara motor muncul dan membukakan pintu gerbang.
“Lho, itu ustadz Mu’adz,” ujar Abu Faqih Ginanjar yang bergegas hendak membantu buka pintu. Namun al Ustadz Abu Yahya Mu’adz menyuruh Abu Faqih Ginanjar kembali ke mobil.
Ternyata ustadz pengasuh Ma’had Dzunnurain itu baru pulang karena keperluan membeli sesuatu. “Beli bakso pesanan abah,” ujar Ustadz Mu’adz
MasyaAllah.
Memang, beliau pernah berjanji jika saya berkunjung lagi ke Ma’had Dzunnurain saya akan diajak makan bakso. Ada warung bakso bernama Bakso SP di Parung yang enak.
Jadilah saya mencicipi bakso SP. Baksonya memang enak, berasa sekali dagingnya. Apalagi menu malam itu ditambahi liwet teri, tumis cumi dan kari kaki sapi. Ustadz Mu’adz memang menjanjikan menu ikan laut ke Abu Fauzan Tofik.
Masakan kaki sapi yang dihidangkan malam itu benar-benar nikmat. Kikilnya lembut bumbunya terasa sekali meresap.
Makanya ketika keesokan pagi ditawari sarapan nasi kebuli kambing, kami jelas tidak menolaknya. Hehehe… Dalam hati berkata, masakan sapi semalam begitu enaknya pastinya olahan daging kambing tentu 11-12.
Benar. Sarapan nasi kebuli lauk krengseng kambing di pagi itu benar-benar nikmat. Pedas khas krengsengan namun aroma rempah-rempahnya kuat.
Saya banyak mengucapkan syukur kepada Allah ‘azza wa jalla atas nikmat semuanya ini. Kami benar-benar dimuliakan sebagai tamu. Padahal kami bukanlah ustadz, hanya 3 orang murid yang hendak membayar janji kepada gurunya. Karena guru kami juga memberikan contoh jika sudah berjanji harus ditepati.
(MN Tabroni, mantan editor di Gramedia Majalah, kakek 2 cucu, penikmat kopi yang tinggal di kaki Gunung Manglayang)
0 Komentar