Ikan nila bakar yang nikmat, di warung lesehan berlatar view yang memikat, dinikmati bersama teman yang hangat.

Demikian gambaran makan malam kami di Panyawangan di suatu malam menjelang akhir Juni 2022. Sebuah warung makan khas Sunda di kawasan Punclut (Puncak Ciumbuleuit), destinasi wisata sekitar 7 km di sebelah utara dari kota Bandung.

By @dimasandriaw https://twitter.com/infobandung/status/1031569664856403970/photo/1

Sesuai namanya, Punclut terletak di dataran tinggi dengan ketinggian 850-1.000 mdpl. Makanya banyak wisatawan yang ke sana, selain mendatangi obyek wisata, juga melihat pemandangan kota Bandung dari atas. Terutama di malam hari, ketika lampu-lampu menyala bak kunang-kunang dalam belantara kegelapan. Indah. Sembari lesehan menikmati aneka masakan khas Sunda.

Itulah yang membuat saya dan teman-teman tak pernah bosan ke Punclut. Makanya ketika teman saya, Abu Fauzan Opik bilang, “Besok malam tamunya kita ajak ke Punclut, yuk..”, kami setuju. Tamu kami nanti diajak ke Punclut untuk makan malam di sana.

Memang, selain destinasi wisata outbound, playground, skywalk, Punclut juga punya wisata kulineran. Deretan warung makan dan kafe berjejer di pinggir jalan. Panyawangan salah satunya yang menjadi jujugan kami malam itu.

Malam itu kami berenam. Kami pesan sebakul nasi merah, 4 porsi ikan nila bakar, 1 ayam bakar, 1 ikan asin jambal, 2 jengkol goreng, 6 bakwan jagung, 1 cah kangkung, lalapan plus sambel dadakan. Untuk minumnya, 5 teh manis panas dan 1 teh tawar panas.

“Ikan nila bakarnya enak banget ya,” komentar Abu Muawiyyah, salah seorang teman saya yang ikut malam itu.

Saya sepakat. Apalagi sambel dadakannya mantap. Pedas tapi tidak jahat. Jodohnya jengkol goreng kesukaan saya. Makanya ketika Abu Rosyid Slamet, teman saya yang lain bilang, “Bah, jengkolnya masih ada.”, saya anggukkan kepala dilanjut julurkan tangan meraih piring berisi jengkol. Sekejap beberapa keping potongan jengkol pindah ke piring saya.

Sungguh malam yang mengenyangkan dan mengesankan. Alhamdulillah…

(MN Tabroni, mantan editor di Gramedia Majalah, kakek 2 cucu, penikmat kopi yang tinggal di kaki Gunung Manglayang)


0 Komentar

Tinggalkan Balasan

Avatar placeholder

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *