Maksudnya, MAkan iKan bakAR di Ma’had Mu’adz bin Jabal, Ciwaru Arjasari, Bandung. Itu terjadi di hari Ahad, 12 Dzulqo’dah 1443 H (12 Juni 2022) ketika kami mengunjungi ustadz Rosyid hafidzahullah (semoga Allah ‘azza wa jalla menjaganya). Beliau adalah salah satu guru kami yang mengasuh pondok pesantren tersebut.
Agenda semula, selain bersilaturahmi dengan ustadz Rosyid, kami hendak ngabotram. Yakni, makan bersama dengan menu nasi liwet, sambel, lalapan, lauk ayam goreng atau bakar. Namun Abu Azzam, salah satu teman kami, memberikan alternatif ikan bakar sebagai pengganti ayam.
“Santri di sana katanya suka makan ikan,” ujar Abu Azzam, mantan chef di kapal pesiar yang telah menjelajahi bumi. Kami pun sepakat dan akhirnya jadilah bakar ikan di Ciwaru di Ahad itu bersama ustadz Rosyid beserta ikhwan Manglayang, Cisaranten, Jatinangor, Baleendah dan Soreang.
Kami ngabotram menikmati nasi liwet dan ikan nila bakar yang gurih manis, diguyur pedasnya sambal cobek racikan Abu Azzam. Sambal berbahan cabe, jahe, kencur dan gula merah. Rasanya? Hmmm… Pedas, hangat dan nikmat. Mengingatkan saya kepada Mang Ujang di Tasikmalaya. Itu nama warung ikan bakar yang biasa didatangi setiap kali kami berkunjung ke guru kami yang di Tasikmalaya.
(MN Tabroni, mantan editor di Gramedia Majalah, kakek 2 cucu, penikmat kopi yang tinggal di kaki Gunung Manglayang)
0 Komentar