Empat hari jauh dari Ma’had Al Hijrah. Enam ratusan kilometer jarak ditempuh. Enam ma’had (pondok pesantren) dikunjungi. Begitulah gambaran perjalanan saya di akhir pekan pertama Juni 2022. Kala itu saya berkesempatan menemani safari taklim (pengajian) guru kami ke enam ma’had yang berada di Bogor, Tangerang dan Bekasi.


Sedikit melelahkan tapi lebih banyak menyenangkan dan mengenyangkan. Menyenangkan karena di Ma’had Riyadhul Jannah (Bojong, Bogor) bisa bertemu guru-guru kami lainnya yang berasal dari Bogor, Tangerang, Serang, Lombok dan Poso. Di Ma’had Ajurrumiyyah (Cikupa, Tangerang) saya bertemu besan meski cuma sesaat.


Mengenyangkan, karena kami berkesempatan mencicipi berbagai makanan yang disajikan. Semisal sarapan nasi uduk yang ikonik di Ma’had Riyadhul Jannah, lontong sayur yang sedap di Ma’had Dzunnurain (Parung Bogor) dan rendang jengkol yang tak bisa diabaikan karena saking enaknya di Ma’had Ar Royyan (Tambun Bekasi).


Namun bukan 2 hal itu saja yang membuat kami terkesan. Ada hal lain yakni tingginya perhatian ma’had-ma’had tersebut akan ilmu (agama, Red.). Itu bisa kami lihat bagaimana keseriusan mereka mengelola ma’had sebagai lembaga pendidikan. Keterbatasan bukan jadi kendala atau alasan lagi. Seperti terlihat di Ma’had Dzunnurain, gedung kelas TK hanya berupa tiang baja ringan yang ditutupi kain hitam. 
“Tempat itu (kelas TK, Red.) juga dipakai untuk wanita jika ada taklim,” kata ustadz Abu Yahya Mu’adz, pengasuh Ma’had Dzunnurain.
Asrama santri putri pun berupa kontrakan rumah petak yang sekelilingnya ditutupi alumunium spandex yang notabene barang bekas. “Wah, kalau beli baru mahal. Meski bekas masih bagus kok,” ujar ustadz Abu Yahya Mu’adz.


Yang penting pendidikan harus jalan, sembari diupayakan dan dipikirkan pengembangan ke depan. Ikhtiar terus dilakukan berikut doa dipanjatkan. Makanya di Ma’had Dzunnurain dilakukan usaha jualan barang-barang rongsokan sebagai salah satu ikhtiar penggalangan dana. Dari usaha barang rongsokan tersebut mereka bisa mendapatkan dana 35 jutaan. 
“Usaha barang rongsokan itu kami tiru dari Ma’had Al Hijrah, Bandung,” kata Abu Hisyam Ayub, tukang masak untuk santri di Ma’had Dzunnurain.
Alhamdulillah…


(MN Tabroni, mantan editor di  Gramedia Majalah, kakek 2 cucu, penikmat kopi yang tinggal di kaki Gunung Manglayang)


0 Komentar

Tinggalkan Balasan

Avatar placeholder

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *