Senja itu, dengan diiringi turunnya hujan, kami tiba di sebuah tempat yang kami tuju. Aplikasi penunjuk jalan di gawai kami menuntun hingga ke titik pemberhentian. Sedikit agak ragu sebetulnya untuk terus mengikuti petunjuk di gawai kami tersebut. Karena di tengah guyuran hujan yang semakin deras, kami diarahkan untuk membelah jalanan hutan yang didominasi pohon jati. 


Hingga kami tiba di satu tempat, yang terdiri dari jajaran bangunan yang dari tulisan tertera difungsikan sebagai bengkel mobil, bengkel motor, bengkel las hingga studio multimedia. Ternyata itu adalah “Kampus II” yang difungsikan sebagai pusat pendidikan dan pelatihan hardskill siswa. Selain bengkel-bengkel tersebut tadi, tersedia pula kolam ikan hias dan ikan konsumsi yang digunakan sebagai fasilitas belajar siswa. 


Ternyata, bukan di Kampus II ini kami ditunggu. Seorang guru menunggu kami di Musholla yang terletak di Kampus I. Musholla yang dibangun dari susunan kayu jati yang dikirim dari Cepu. Sangat menarik melihat model bangunan musholla ini. Tanpa ada dinding di sekelilingnya. Seperti “pendopo” yang sering kita lihat dalam kisah kisah kerajaan Jawa.


Sebelum kami turun dari kendaraan yang mengantarkan kami, beliau yang menanti kami sudah berdiri di depan musholla. Dengan senyum yang kami rasakan sangat menyejukkan. Hujan deras yang masih belum juga berhenti, kami acuhkan demi bisa segera menghampiri beliau.
Sambutan layaknya seorang saudara yang sudah sangat lama tidak berjumpa. Walau mungkin buat sebagian kami, saat itu adalah momen perkenalan untuk yang pertama kalinya dengan beliau. Hidangan minuman hangat segera disajikan oleh salah seorang siswa beliau. Sepintas beliau menceritakan tentang kisah masa lalu sang penyaji  hidangan. 


Tercengang kami mendengar penuturan beliau, karena sosok siswa tadi ternyata dengan izin Allah, sudah banyak berubah setelah lama berguru di “padepokan” ini, masyaAllah. Sungguh Allah lah yang membolak-balikkan hati setiap hamba, namun ikhtiar sepenuh hati tetap harus ditempuh untuk menjemput jalan hidayah tersebut.

Ya, inilah jalan ikhtiar yang dipilih oleh gurunda, beliau adalah salah satu dari sekian banyak guru-guru kami. Beliau memilih ikhtiar untuk menjadi semacam “tempat rehabilitasi” bagi banyak siswa yang pernah dikeluarkan dari sekolah-sekolah mereka sebelumnya.
“Latar belakang kenakalan apapun ana terima disini, kecuali 2, yaitu LGBT dan pencurian. Karena itu adalah penyakit,” demikian beliau menjelaskan kepada kami.
_Bersambung insyaAllah ke seri berikutnya_


(Serakan hikmah perjalanan yang coba dirangkum oleh Darma Kesuma. Bukan siapa-siapa, hanya remehan rengginang yang terkena tumpahan air kopi)
FOTO: Abu Gatan


2 Komentar

Abu nisaa'' Rifai wong gunung) · 1 Juni 2022 pada 16:29

Maa syaa Allah ..
Baarakallahufiikum…
Sehat selalu grand father

    Bagus · 3 Juni 2022 pada 21:04

    wa fyka barokallah akhuna..

Tinggalkan Balasan

Avatar placeholder

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *