Kini setiap kali bepergian keluar kota, saya sempatkan untuk membeli kecap yg khas atau terkenal dari daerah yang saya kunjungi. Terkhusus produk home industry bukan kecap merk nasional produksi pabrikan besar. Ini gara-gara ketika saya posting sate beserta kecapnya di WAG alumni kuliah, tiba-tiba salah satu anggota grup bernama Anang minta tolong untuk dibelikan kecapnya. Bukan satenya. Hehehehe…
Anang Santosa, nama teman kuliah saya dulu di prodi Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Airlangga. Lelaki yang kini bekerja di Kalimantan Timur itu ternyata suka mengoleksi kecap.
“Awalnya aku pikir asyik. Selain sulit dicari juga unik. Sebab selain produk pabrikan gede, biasanya juga ada home industry. Merknya lucu-lucu. Aku pikir mirip seperti kamulah. Koleksi kopi bungkus kertas,” ujar Anang Santosa.
Makanya jika orang kebanyakan bepergian keluar kota cari obyek wisata, Anang mengaku lebih suka blusukan ke pasar tradisional. Apalagi kalau bukan berburu kecap.
“Suatu ketika aku pernah dikira orang BPOM lagi sidak barang kedaluwarsa. Sebab aku mau beli kecap meski barangnya sudah kadaluarsa,” cerita lelaki berputra 4 itu.
Kini, Anang sudah memiliki sekitar 70 botol kecap yang dimulai dikumpulkannya sejak tahun 2015. Koleksinya tersebut disusun rapi di lemari pajangan di rumahnya.
(MN Tabroni, mantan editor di Gramedia Majalah, kakek 2 cucu, penikmat kopi yang tinggal di kaki Gunung Manglayang)
FOTO: DOK. PRIBADI
2 Komentar
Anang · 13 Februari 2022 pada 16:25
Maju terus, Manglayang. Terima kasih Pak Rony
Anang · 13 Februari 2022 pada 16:26
Maju terus, Manglayang. Terima kasih Pak Rony. Sehat selalu